Kamis, 22 Januari 2015
BEKASI DULU DAN SEKARANG!!!
Adalah Kota Bekasi sebuah kota yang terletak di sebelah timur Jakarta yang berbatasan dengan Jakarta di barat, Kabupaten Bekasi di utara dan timur, Kabupaten Bogor di selatan, serta Kota Depok di sebelah barat daya. Bekasi merupakan salah satu kota penyangga Ibukota Negara Indonesia Jakarta selain Tangerang, Bogor, dan Depok. Kota Bekasi juga dikenal sebagai tempat tinggal para komuter yang bekerja di Jakarta. Jumlah Penduduknya sekitar 1.932.000 (2003)· Kepadatan 9.178 jiwa/km² dengan luas 210,49 km2.
Dari perkembangan Kota Bekasi dari waktu ke waktu—mulai sejak zaman Hindia Belanda, pendudukan militer Jepang, perang kemerdekaan hingga terbentuknya Republik Indonesia saat ini—Kota Bekasi terlihat dinamis.
A. Bekasi Pada Jaman Belanda
Pada zaman Belanda, wilayah Bekasi hanya merupakan kewedanaan (district) yang termasuk regenshaf (kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu, kehidupan sistem kemasyarakatan, khususnya di sektor ekonomi dan pertanian didominasi atau dikuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina. Sehingga, dengan kondisi tersebut, seolah-olah Bekasi memiliki bentuk pemerintahan ganda; yaitu pemerintahan tuan tanah dan/di dalam pemerintahan colonial. Kondisi ini berlangsung hingga kependudukan Jepang.
B. Bekasi pada Zaman Pendudukan Militer Jepang
Tepatnya pada bulan Maret 1942, pemeritah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada bala tentara Dai Nippon. Tentara pendudukan Jepang melakukan Japanisasi di seluruh sektor kehidupan, termasuk mengganti nama Batavia dengan Jakarta. Dan Regenschap Meester Cornelis berubah menjadi Ken Jatinegara. Di mana batas wilayahnya meliputi Gun Bekasi, Gun Cikaran, dan Gun Matraman.
C. Bekasi Zaman Perang Kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan Bekasi kembali berubah nama. Ken menjadi Kabupaten, Gun berubah menjadi Kewedanaan, Son diubah menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa. Sementara sedung kabupaten Jatinegara yang membawahi kewedanaan Bekasi, saat ini digunakan oleh Kodim 0505 Jakarta Timur. Karena tentara pendudukan sekutu mentukan garis keamanannya hingga ke Warung Jengkol (kini terletak di terminal Pulo Gadung Klender).
Dalam upaya mempertahankan perang melawan gerilya menghadapi agresi Belanda, maka ibukota kabupaten Jatinegara sering berpindah-pindah. Pertama, di Tambun, lalu kemudian di Cikaran. Setelah itu, dipindahkan lagi ke Bojong (Kedunggede) saat Rubaya Suryanata Mihardja yang menjabat sebagai bupati kabupaten Bekasi. Kemudian, pada saat pendudukan oleh tentara Belanda, kabupaten Jatinegara dihapus dan kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis; yaitu menjadi kewedanaan.
D. Bekasi di Tahun 1959 hingga Terbentuknya Kota Bekasi
Sekitar bulan Maret 1949, Taringgul di Purwakarta dijadikan tempat kedudukan residen militer RI daerah V yang dipimpin oleh Letkol Sambas Admadinata sebagai residen dan Mu’min selaku residen militer daerah V. Dan Bupati Kabupaten Jatinegara Mr R Soehanda Oemar berkantor di Gedung Papak Jatinegara, yang diayomi oleh perwira distrik militer Letda R yusuf. Kabupaten Jatinegara pernah berkantor di pabrik sepatu Malino, Gang Binares, Pisangan Lama karena perselisihan antara pihak republik (RI, red) dengan pihak Belanda, yaitu orang Nica.
Pada tanggal 17 Februari 1950, sekitar 40.000 masyarakat Bekasi melakukan unjuk rasa di Alun-alun Bekasi (sekarang ditandai dengan monumen). Rakyat Indonesia, Bekasi itu menyampaikan pernyataan sikapnya pada dunia yang dihadiri oleh Bapak Mu’min selaku Residen Militer Daerah V berserta rombongan. Pertama, bahwa rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (RI). Selanjutnya, rakyat Bekasi mengajukan usul kepada pemerintah pusat agar kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi.
Kabupaten Bekasi terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tertanggal 15 Agustus 1950. Pada saat itu, Kabupaten Bekasi terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamantan dan 95 desa. Waktu itu kecamatan Cibarusah termasuk wilayah Kabupaten Bekasi. Sekedar diketahui, angka-angka itu terungkap apik di dalam lambang Kabupaten Bekasi. Moto Kabupaten Bekasi, “Swatantara Wibawa Mukti.” Selanjutnya, pada tahun 1960, kantor Kabupaten Bekasi dipindahkan ke Bekasi dari Jatinegara.
Perkembangan pemerintahan RI pada waktu itu menuntut adanya pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat. Maka, pada tahun 1982 Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi Daerah Tingkat II Bekasi dipindahkan oleh Abdul Fatah selaku Bupati ke Jalan Jenderal Ahmad Yani Nomor 1, yang sebelumnya berlokasi di Jalan Ir H Juanda.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 1981 Kecamatan Bekasi ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administrasif Bekasi yang meliputi 4 kecamatan; Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Utara. Dari keempat kecamatan itu terdiri 18 kelurahan dan 8 desa. Pemekaran itu dilakukan atas tuntutan masyarakat perkotaan yang memerlukan adanya pelayanan khusus. Pembentukan Kota Administrasi Bekasi digelar pada tanggal 20 April 1982 yang dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Adapun yang menjabat sebagai Walikota Administrasi Bekasi adalah Drs Andi R Sukardi hingga 1988, dan digantikan oleh Drs H Kailani AR.
Dengan adanya konsep Botabek yang didukung oleh Inpres Nomor 13 Tahun 1976 sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan Kota Administrasi Bekasi sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan ibukota negara, DKI Jakarta.
Dengan kondisi itu, maka Kota Administrasi Bekasi dan kecamatan-kecamatan di sekitarnya yang berada di wilayah kerja Kabupaten Bekasi mengalami pertumbuhan yang amat pesat. Sehingga memerlukan peningkatan dan pengembangan sarana dan prasaran sebagai syarat pengelolaan wilayah.
Selain itu, perkembagan yang ada telah menujukkan bahwa Kota Administrasi Bekasi mampu memberikan dukungan penggalian potensi di wilayahnya untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dan untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, maka keluarlah UU Nomor 9 Tahun 1996 yang mendukung berubahnya Kota Administrasi Bekasi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi.
Sedangkan wilayah kerja Eks Kota Administrasi Bekasi meliputi Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Bekasi Barat, Kecamatan Bekasi Selatan, Bekasi Timur dan ditambah wilayah kerja Kecamatan Pondok Gede, Jatiasih Bantar Gebang serta Kecamatan Pembantu Jatisampurna. Kesemuanya itu meliputi 23 desa dan 27 kelurahan. Pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi dipegang oleh Drs H Kailani AR selama 1 tahun. Selanjutnya, dijabat secara definitif oleh Drs H Nonon Sonthanie yang terhitung sejak tanggal 23 Februari 1998.
Dalam perkembangannya, telah terjadi perubahan jumlah dan status kelurahan/desa. Maka, berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri bernomor 140/2848/PUOD tanggal 3 Februari 1998 dan sesuai keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 50 Tahun 1998, mengubah status 6 desa menjadi kelurahan, pemecahan 2 kelurahan baru. Sehingga jumlah desa/kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi menjadi 52 desa. Masing-masing 35 jumlah kelurahan dan 17 jumlah desa.
Seiring dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah telah mengubah paradigma penyelenggaraan pemerintah daerah. Atas landasan itu pula nomenklatur pemerintah daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi berubah menjadi Kota Bekasi. Berdasarkan UU Nomor 22/1999, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai Daerah Otonomi serta PP Nomor 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Pejabat Daerah, telah melahirnya peraturan daerah Nomor 9, 10, 11 dan 12 Tentang Pengaturan Organisasi Perangkat Daerah.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat lewat Perda (peraturan daerah) maka terbitlah Perda Nomor 14 Tahun 2000 yang menyesahkan terbentuknya 2 kecamatan baru: Kecamatan Rawa dan Medan Satria. Sehingga Kota Bekasi terdiri atas 10 kecamatan. Dan berdasarkan Perda Kota Bekasi Nomor 02 Tahun 2002 Tentang Penetapan Kelurahan, maka seluruh desa yang ada di Kota Bekasi berubah status menjadi kelurahan, sehingga Pemko (pemerintah kota) Bekasi mempunyai 52 pemerintahan di kelurahan.
Seiring waktu perjalanan Pemko Bekasi mengalami pemekaran kembali. Itu didukung oleh Perda Pemko Bekasi Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Wilayah Administrasi kecamatan dan kelurahan, maka wilayah administrasi Kota Bekasi menjadi 12 kecamatan dan 56 kelurahan. Semua itu ditempuh untuk meningkatkan pelayanan dan mengayomi masyarakat yang ada di wilayah Administrasi Kota Bekasi. Tak lama kemudian, terbitlah Keputusan DPRD Kota Bekasi Nomor 37-174.2/DPRD/2003 tertanggal 22 Februari 2003 tentang penetapan walikota Bekasi dan wakilnya periode 2003-2008. Yang dilanjutkan dengan keputusan Mendagri bernomor: 131.32-113 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Walikota Bekasi, Jawa Barat. Dan keputusan Mendagri Nomor: 132.32-114 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Walikota Bekasi, Jawa Barat H Akhmad Zurfaih HR, S.Sos yang didampingi oleh Mochtar Mohamad.
Menjelang hari kelahiran (jadi) Pemko Bekasi yang ke-9 tahun 2006, lokasi perkantoran atau pusat ibukota Pemko Bekasi dialihkan ke Jalan Jend. Ahmad Yani Nomor 1 Kecamatan Bekasi Selatan yang sebelumnya berpusat di Jalan Ir Juanda. Alasan pemindahan itu berlandaskan atas persetujuan penetapan pusat ibukota Pemko Bekasi yang disahkan oleh lembaga DPRD Kota Bekasi bernomor: 27/174.2/DPRD/2005 Tentang Persetujuan Pemindahan Pusat Ibukota Pemko Bekasi tertanggal 25 Juni Tahun 2005. Yang diketahui oleh Gubernur Jawa Barat dan Mendagri RI.
Di hari jadi Pemko Bekasi yang ke-10, yang bertepatan tanggal 11 Maret 2007, Pemko Bekasi telah melaksanakan berbagai aktivitas pemerintahan yang berpusat di Jl Jend Ahmad Yani No 1 Bekasi Selatan. Dan kondisi perkantoran representatif sebagai pusat dan pelayanan masyarakat Kota Bekasi.
Pada pemilu legislatif 2004 telah mengantarkan 54 orang wakil rakyat Kota Bekasi dari delapan partai politik: PKS (11), Golkar (9), PD (7), PAN (6), PDI-P (6), PPP (4) PDS (1), PBB (1). Periode 2004-2009, yang terpilih sebagai pimpinan DPRD Ketua H Rahmat Effendi, S.Sos, M.Si, (F-Golkar), didampingi oleh H Dadang Asgar Noor (F-PD) dan H Ahmad Saikhu (F-PKS).
Sekilas Kota Bekasi tempo dulu
Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, itulah sebutan Bekasi tempo dulu sebagai Ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669). Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda KElapa, Depok, Cibinong, Bogor hingga ke wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, leatak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai Ibukota Tarumanagara adalah di wilayah Bekasi sekarang.
Dayeuh Sundasembawa inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669-723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan seterusnya menurunkan Raja-Raja Sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragumulya (1567-1579 M) Raja Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang terakhir. Wilayah Bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi infirmasi tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Diantaranya dengan ditemukannya empat prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Kebantenan. Keempat prasasti ini merupakan keputusan (piteket) dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, Jayadewa 1482-1521 M) yang ditulis dalam lima lembar lempeng tembaga. Sejak abad ke 5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara abad kea 8 Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Pajajaran pada abad ke 14, Bekasi menjadi wilayah kekuasaan karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni sebagai penghubung antara pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).
Sejarah Sebelum Tahun 1949
Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yang sangat panjang dan penuh dinamika. Ini dapat dibuktikan perkembangannya dari jaman ke jaman, sejak jaman Hindia Belanda, pundudukan militer Jepang, perang kemerdekaan dan jaman Republik Indonesia. Di jaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu kehidupan masyarakatnya masih di kuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina.
Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa/Kelurahan. Saat itu Ibu Kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede).
Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk kedalam wilayah Batavia En Omelanden. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Kerawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No. 178 Negara Pasundan.
Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi
Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dengan aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950 di alum-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa tersebut adalah penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut :
Rakyat bekasi mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi.
Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto “SWATANTRA WIBAWA MUKTI”.
Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (jl. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi. Pasalnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara, yang seluruhnya menjadi 18 kelurahan dan 8 desa.
Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono (1982 – 1988). Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991 (1988 – 1991, kemudian diganti oleh Bapak Drs. H. Khailani AR hingga tahun (1991 – 1997)
Pada Perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status Kotif. Bekasi pun kembali di tingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang “Kota”) melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 Menjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Bapak Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).
Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H Nonon Sonthanie (1998-2003). Setelah pemilihan umum berlangsung terpilihlah Walikota dan Wakil Walikota Bekasi yaitu : Akhmad Zurfaih dan Moechtar Muhammad (perode 2003 – 2008).
Humas DPRD Kota Bekasi–dari Berbagai Sumber
Label:
ARTIKEL
CANDI JIWA BATU JAYA
Candi Jiwa Batujaya
Di kawasan situs Batujaya terdapat peninggalan dari masa klasik. Kawasan Batujaya mencakup wilayah yang cukup luas yaitu sekitar 5 km2, terbentang pada koordinat 06°02’52,10” - 06°03’34,17” Lintang Selatan dan 107°09’01,00” - 107°09’05,91” Bujur Timur. Secara administratif kawasan ini termasuk di wilayah Desa Segaran Kecamatan Batujaya dan desa Telagajaya Kecamatan Pakisjaya. Situs berada tidak jauh dari dari garis pantai utara Laut Jawa, pada areal persawahan dan sebagian pada areal pemukiman penduduk. Di sebelah selatan situs terdapat aliran Sungai Citarum. Sungai dan persawahan tidak pernah mengalami masa kering. Sepanjang tahun basah oleh genangan dan air resapan.
Penelitian di kawasan situs Batujaya dimulai tahun 1975-1976 berupa penelitian penjajagan. Selanjutnya pada 1984 dilakukan penelitian (ekskavasi) oleh Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI). Sejak itu kemudian dilakukan peneitian lebih intensif yang dilakukan oleh berbagai lembaga antara lain FS UI, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah (Ditlinbinjarah(, Universitas Tarumanagara (Untar), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), dan Balai Arkeologi (Balar) Bandung.
Tinggalan arkeologis di Batujaya hingga tahun 2000 telah ditemukan 24 situs tersebar di Desa Segaran dan Telagajaya. Di Desa Segaran ditemukan 13 situs dan di Telagajaya 11 situs. Dari ke-24 situs ini terdapat beberapa situs yang telah diekskavasi dan menampakkan sisa bangunan candi. Gundukan tanah yang di dalamnya berisi reruntuhan bata-bata kuno masyarakat menyebutnya dengan istilah ‘unur’. Situs tersebut antara lain Segaran I (SEG I atau Unur Jiwa), Segaran III (SEG III atau Unur Damar), Segaran IV (SEG IV), Segaran V (SEG V atau Unur Blandongan), Segaran IX (SEG IX atau Situs Kolam), Telagajaya I (TLJ I atau Unur Serut), Telagajaya V (TLJ V atau Unur Asem), dan Telagajaya VIII (TLJ VIII).
Unur Jiwa telah berhasil diekskavasi semuanya dan pemugaran dimulai sejak tahun 1997 hingga 2004. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 427" Lintang Selatan dan 107° 09' 287" Bujur Timur. Bangunan candi yang ada tinggal bagian kaki dan sedikit bagian atas sisa tubuh candi. Bangunan candi berdenah bujursangkar berukuran 19x19 m. Tinggi bagian yang tersisa 4,7 m. Orientasi bangunan ke arah tenggara – baratlaut. Karena tidak ditemukan adanya tangga atau pintu masuk maka arah hadapnya tidak diketahui. Di bagian atas bangunan terdapat susunan bata yang membentuk bujur sangkar dan susunan bata yang melingkar konsentris membentuk menyerupai kelopak bunga teratai.
Bangunan di Unur Jiwa ini sekarang sudah selesai dipugar. Pada papan nama yang terdapat di lokasi itu disebut dengan nama Candi Jiwa. Dengan selesainya pemugaran tampak bahwa profil kaki terdiri pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara), dan pelipit setengah lingkaran (kumuda). Sambungan bata pada bagian kaki menunjukkan penggunaan lapisan perekat tipis berwarna putih. Lapisan ini biasa disebut dengan stuco. Pada permukaan bata juga ada yang masih menyisakan lapisan stuco. Berdasarkan jejak seperti itu diperkirakan bahwa dinding bangunan dahulu ditutup dengan lapisan stuco.
Di bagian atas terdapat struktur bata melingkar berdiameter sekitar 6 m. Bagian ini mungkin merupakan dasar stupa atau lapik suatu teras. Bagian yang menakjubkan juga terdapat di permukaan atas, yaitu pada sisi-sisinya dibuat bergelombang sehingga memunculkan kesan kelopak bunga teratai yang sedang mekar.
Di Unur Damar (SEG III) terdapat sisa bangunan berupa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang berukuran 20 X 15 m. Pada sisi barat laut terdapat bagian tangga yang kondisinya sudah melesak. Di situs SEG IV juga terdapat sisa bangunan berdenah bujur sangkar berukuran 6,5 X 6,5 m dengan tinggi yang tersisa 1 m. Di bagian sisi tenggara terdapat struktur yang menjorok ke luar seperti sisa bagian tangga
Label:
ARTIKEL
TUGU PERJUANGAN ALUN-ALUN BEKASI
Monumen pertama adalah yang terletak di Alun-alun Bekasi. Masyarakat menyebutnya Tugu Perjuangan Alun-alun Bekasi. Monumen yang berbentuk tugu segi lima dengan tinggi kurang lebih 5 meter terletak persis depan Polres Bekasi. Monumen Perjuangan Rakyat bekasi ini didirikan pada tanggal 5 Juli 1955 sebagai bentuk penghargaan pemerintah kepada para pejuang Bekasi atas perannya dalam memperjuangkan dan menegakkan kemerdekaann Republik Indonesia.
Ada dua peristiwa penting yang melatari pendirian monumen ini. Pertama, peristiwa pertempuran antara rakyat Bekasi melawan pasukan Sekutu dan NICA yang terjadi pada tahun 1946. Lokasi pertempuran berpusat di sekitar alun-alun Bekasi. Pertempuran ini terjadi karena keinginan Belanda untuk menguasai kembali Indonesia dengan cara membonceng tentara Sekutu. Namun, keinginan ini ditentang keras oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk rakyat Bekasi. Penolakan keras rakyat Bekasi, akhirnya membangkitkan kemarahan Sekutu dengan melakukan penyerangan membabi buta terhadap front-front pertahanan para pejuang, termasuk yang berada di Alun-alun Bekasi.
Menghadapi serangan membabi buta dari Sekutu dan anteknya, rakyat Bekasi, mulai dari pemuda, sampai kakek tua renta, bahu membahu melawan pasukan sekutu yang dilengkapi dengan persenjataan modern. Rakyat hanya bermodalkan senjata hasil rampasan dari pertempuran sebelumnya dan tajamnya bambu runcing dan golok. Modal nekad ini harus dibayar mahal dengan regangan nyawa. Seketika, alun-alun menjadi kubangan darah dan yang tersisa hanyalah tekad “merdeka dari belenggu penjajahan”.
Peristiwa kedua adalah diselenggarakannya rapat umum yang digagas oleh Panitia Amanat Rakyat Bekasi pada bulan Pebruari 1950. Rapat umum ini menghasilkan sebuah resolusi yang disebut sebagai “Resolusi Rakyat Bekasi”. Resolusi ini berisi tuntutan kepada Pemerintah Pusat untuk memberikan otonomi yang lebih luas kepada rakyat Bekasi. Keinginan tersebut akhirnya terwujud pada tanggal 15 Agustus 1950 dan kemudian tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi.
Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi
Monumen kedua yang dikunjungi berada di areal Stadion Bekasi, Jl.Ahmad Yani, tidak jauh dari Kantor Walikota Bekasi. Monumen ini didirikan pada tahun 1975 pada masa pemerintahan Bupati Abdul Fatah. Ada lima buah tugu dengan tingginya kurang lebih 17 meter yang diletakkan di tengah kolam persegi lima. Di depan lima tugu terukir cuplikan sajak karya Chairil Anwar yang berjudul Kerawang Bekasi.
Di belakang monumen ada relief yang menggambarkan perjalanan rakyat Bekasi yang dimulai pada masa VOC dan penjajahan Belanda samapi masa pembangunan Orde Baru. Relief pertama melukiskan kondisi awal Bekasi yang dikenal sebagai daerah partikelir dan perkebunan yang luas. Pada masa itu, para tuan tanah yang juga dikenal dekat dengan Pemerintah Jajahan Belanda, sangat mendominasi seluruh siklus kehidupan rakyat. Rakyat selalu berada dalam kondisi menderita karena sikap tuan tanah yang digambarkan kejam dan tanpa tenggang rasa.
Relief kedua menggambarkan kedatangan tentara Jepang yang awalnya disambut sebagai saudara tua ternyata perilakunya jauh lebih kejam dibandingkan dengan tentara Belanda. Pada relief digambarkan bagaimana tentara Jepang memaksa rakyat mengangkut beras ke truk. Pada Masa Jepang ini juga dikenal istilah kerja paksa atau romusha.
Relief ketiga menggambarkan masa setelah kemerdekaan. Diaroma yang menggambarkan jiwa patriotisme rakyat Bekasi di berbagai medan pertempuran. Salah satu peristiwa besar yang pernah terjadi adalah aksi pembakaran oleh tentara Sekutu dan Belanda yang kemudian dikenal dengan peristiwa “Bekasi Lautan Api”.
Label:
ARTIKEL
TUGU PERJUANGAN RAKYAT DI BEKASI
Pada kesempatan ini kami menulis tentang Tugu Perjuangan Rakyat di Bekasi. Monumen ini didirikan pada tahun 1975 pada masa pemerintahan Bupati Abdul Fatah, dan diresmikan oleh Gubernur Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat. Monumen ini melambangkan perjuangan yang gigih dan patriotisme yang tinggi bangsa Indonesia dalam memperjuangkan daerah front perjuangan di daerah Bekasi, sehingga monumen ini disebut " Tugu Perjuangan Rakyat di Bekasi ", karena di wilayah Bekasi berbagai penjuru pejuang datang dari wilayah lain berkumpul dan berjuang mempertahankan.
Monumen ini terletak di Jalan Ahmad Yani Kota Bekasi (pada areal Stadion Bekasi). Secara fisik, Monumen ini terpancang lima buah tugu yang setiap bagian puncaknya dibuat meruncing, masing-masing berhadapan satu sama lain dan tingginya 17 meter, sebagai replika kelima sila Pancasila dan gambaran komitmen untuk senantiasa memelihara "persatuan dan kesatuan bangsa". Hal ini juga menggambarkan begitu besarnya perjuangan rakyat Bekasi dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI.
Di Bagian tengah, terdapat kolam berbentuk 5 (lima) tiang pancang yang melambangkan Pancasila. Di belakang monumen ada relief perjuangan rakyat Bekasi mulai jaman Tuan Tanah, Jaman Belanda, Jaman Jepang, Jaman Kemerdekaan Repulik Indonesia sampai memasuki Jaman pembangunan yang dipahatkan pada Batu semen persegi panjang dan dari arah depan monumen terukir sebuah syair seorang sastrawan Chairil Anwar yang ikut terjun langsung ke medan perang di Bekasi. Disekitar kelima Tugu tersebut terdapat kolam berbentuk persegi lima yang berisi air dengan pancaran air mancur sebanyak 17 buah (walaupun sekarang ini tidak berfungsi lagi dengan baik). Kolam dan air gambaran akan nikmatnya Allah yang sangat besar bagi daerah Bekasi.
(Dari berbagai Sumber)
Label:
ARTIKEL
Minggu, 04 Januari 2015
GEDUNG JUANG 45 TAMBUN
Gedung Juang 1945, yang saat ini menjadi tempat kawah candradimukanya Paskibraka kabupaten Bekasi, tempat Latihan awal Paskibraka kabupaten Bekasi sebelum berlatih di Plasa Pemba kabupaten Bekasi di kawasan Delta Mas
Kembali tentang gedung Juang Bekasi, Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Bekasi yang letaknya berdampingan dengan Jakarta memiliki sejarah perjuangan melawan penjajah yang tak kalah heroik. Perjuangan rakyat Bekasi sempat diabadikan dalam puisi terkenal karya Chairil Anwar, Karawang-Bekasi.
MASJID Al-MUJAHIDIN CIBARUSAH BASIS PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAH
Masjid AL-MUJAHIDIN kp babakan cibarusah
Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal lebih jauh Masjid al-Mujahidin yang terletak di Cibarusah Bekasi ini. Masjid ini tepatnya berada di Kampung Babakan Cibarusah (biasa disebut KBC) masuk dalam Desa Cibarusah Kota, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Masjid ini adalah masjid yang penuh dengan sejarah perjuangan heroik umat Islam dalam kontribusinya mengusir penjajah.
Masjid tua ini menjadi saksi umat Islam turutan di dalam melawan dan mengusir penjajah di Nusantara. Pada masa perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang Masjid al-Mujahidin ini menjadi markas serta kamp pelatihan pasukan Laskar Hizbullah, pasukan perang bentukan Masyumi tahun 1944 M.
Setelah Hizbullah terbentuk para tokoh Islam segera mengkampanyekan kepada seluruh umat Islam di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan daerah daerah lain di Indonesia. Pada pertengahan Desember 1944, perwakilan federasi Islam telah mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk mengadakan inspeksi terhadap sukarelawan Hizbullah di semua karesidenan.
Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal lebih jauh Masjid al-Mujahidin yang terletak di Cibarusah Bekasi ini. Masjid ini tepatnya berada di Kampung Babakan Cibarusah (biasa disebut KBC) masuk dalam Desa Cibarusah Kota, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Masjid ini adalah masjid yang penuh dengan sejarah perjuangan heroik umat Islam dalam kontribusinya mengusir penjajah.
Masjid tua ini menjadi saksi umat Islam turutan di dalam melawan dan mengusir penjajah di Nusantara. Pada masa perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang Masjid al-Mujahidin ini menjadi markas serta kamp pelatihan pasukan Laskar Hizbullah, pasukan perang bentukan Masyumi tahun 1944 M.
Setelah Hizbullah terbentuk para tokoh Islam segera mengkampanyekan kepada seluruh umat Islam di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan daerah daerah lain di Indonesia. Pada pertengahan Desember 1944, perwakilan federasi Islam telah mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk mengadakan inspeksi terhadap sukarelawan Hizbullah di semua karesidenan.
KAMUS BETAWI BEKASI
Abang = kakak laki-laki
Ama= dengan
Ambek= tersinggung
Angurin = di diamkan
Anoan = menyebutkan sesuatu tanpa menyebut nama yang di cari
Antep = bagus
Antepin = biarin
Aur = sebar
Baba = Bapak
Banda = Harta
Babat habis = dibumi hanguskan/dibinasakan
Bacok = Berkelahi dengan golok
Bale = tempat duduk besar(lebih dari satu orang)
Bampek = apes
Bampek = payah
Banget = bener sekali
Bangke = bangkai
Bebuyutan = dari dulu
Bedegong = Keras kepala
Bendo = golok
Bego = tolol halus
Bego/Tolol = bodoh
Bejad = jelek akhlaknya
Bejat = moral rusak
Bejibun = Banyak sekali
Bronyok=Banyak sekali
Bejubel = Banyak betul
Bekelat kelit= Jawaban yang berputar putar
Bekoar = sedang bicara terus
Beko = alat berat
Bekutet = dalam konsentrasi
Belaga = pura-pura
Belagu = angkuh
Belepotan = kotor
Belonjor =duduk dengan meluruskan kaki
Benahin = merapikan/
Beol = buang air besar
Be’ol = buang air besar
Berabe = serba susah
Berarakan = berantakan
Berek = teriak
Beset = robek
Beslah = sita
Besukean = pacaran
Bogel = kuntet
Budek = kurang pendengaran
Bujugbuneng = terharu
Butut = rusak
Ama= dengan
Ambek= tersinggung
Angurin = di diamkan
Anoan = menyebutkan sesuatu tanpa menyebut nama yang di cari
Antep = bagus
Antepin = biarin
Aur = sebar
Baba = Bapak
Banda = Harta
Babat habis = dibumi hanguskan/dibinasakan
Bacok = Berkelahi dengan golok
Bale = tempat duduk besar(lebih dari satu orang)
Bampek = apes
Bampek = payah
Banget = bener sekali
Bangke = bangkai
Bebuyutan = dari dulu
Bedegong = Keras kepala
Bendo = golok
Bego = tolol halus
Bego/Tolol = bodoh
Bejad = jelek akhlaknya
Bejat = moral rusak
Bejibun = Banyak sekali
Bronyok=Banyak sekali
Bejubel = Banyak betul
Bekelat kelit= Jawaban yang berputar putar
Bekoar = sedang bicara terus
Beko = alat berat
Bekutet = dalam konsentrasi
Belaga = pura-pura
Belagu = angkuh
Belepotan = kotor
Belonjor =duduk dengan meluruskan kaki
Benahin = merapikan/
Beol = buang air besar
Be’ol = buang air besar
Berabe = serba susah
Berarakan = berantakan
Berek = teriak
Beset = robek
Beslah = sita
Besukean = pacaran
Bogel = kuntet
Budek = kurang pendengaran
Bujugbuneng = terharu
Butut = rusak
SEJARAH BEKASI
Bekasi, Masa Kerajaan…
Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi”secara
filologis berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga
berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalannya kata Candrabhaga kadang berubah
menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Dalam pengucapannya sering disingkatBhagasi, dan karena pengaruh
bahasa Belanda sering ditulis Bacassie (di Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama Bacassie).
Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.
Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara, yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7
(tujuh) prasasti yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja
Purnawarman, yakni : Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun,Prasasti Muara Cianteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi(ke enam prasasti ini ada di Daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan (Prasasti Cidangiang).
Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi : ..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro petang bulan phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara.
Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi”secara
filologis berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga
berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalannya kata Candrabhaga kadang berubah
menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Dalam pengucapannya sering disingkatBhagasi, dan karena pengaruh
bahasa Belanda sering ditulis Bacassie (di Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama Bacassie).
Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.
Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara, yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7
(tujuh) prasasti yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja
Purnawarman, yakni : Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun,Prasasti Muara Cianteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi(ke enam prasasti ini ada di Daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan (Prasasti Cidangiang).
Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi : ..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro petang bulan phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara.
SEMINAR BATIK BEKASI
SEMINAR BATIK BEKASI
“Pengenalan Batik Bekasi dan Kontribusinya untuk Pengembangan Sektor Ekonomi Kreatif Indonesia”
Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa negara kita indonesia mempunyai berbagai macam dan bentuk nilai-nilai sosial budaya yang beraneka ragam sesuai dengan ciri khas masing-masing daerah, salah satunya batik sebgai ciri khas bangsa indonesia. Kadang kita sebagai kaum generasi muda seakan terlena dan lupa tentang keberadaan nilai-nilai seni budaya di negara kita dan kadang acuh tak acuh dengan hal tersebut itu yang menyebabkan nilai budaya kita sampai di klaim oleh negara-negara lain karena kita tidak bisa menjaga dan melestarikan nilai kebudayaan itu dengan baik sebagai generasi penerus yang seharusnya menjaga warisan nilai-nilai kebudayaan itu.
TENTANG BEKASI
SEJARAH KOTA BEKASI
Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, itulah sebutan Bekasi tempo dulu sebagai Ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669). Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda KElapa, Depok, Cibinong, Bogor hingga ke wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, leatak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai Ibukota Tarumanagara adalah di wilayah Bekasi sekarang.Dayeuh Sundasembawa inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669-723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan seterusnya menurunkan Raja-Raja Sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragumulya (1567-1579 M) Raja Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang terakhir.
Langganan:
Postingan (Atom)